“PRT MIGRAN DI HONG KONG SEMAKIN TERANCAM ATURAN JOB-HOPPING”
- By : Admin
- Category : Berita, Buruh Migran, Hong Kong, Imigrasi Hong Kong, Keselamatan dan keamanan Kerja, Ketenagakerjaan, Konseling Hukum Perburuhan (HK), Politik
- Tags: berita, BMI HK, Buruh Migran Indonesia, buruh migran peduli covid19, COVID-19, dokumen, Hak Buruh, Hong Kong, imigrasi, info, JBMI, keamanan, ketenaga kerjaan, KYR, Labour, Organisasi Buruh Migran, pekerja, pendidikan, perburuhan, perlindungan, Perlindungan Migran, proteksi, PRT migran, serikat buruh, visa
Imigrasi Hong Kong semakin serius menolak permohonan kerja yang diajukan PRT migran yang dicurigai telah melakukan job-hopping alias suka berpindah-pindah pekerjaan.
“Terhitung sejak Januari hingga Oktober 2021 (10 bulan), dari 4475 aplikasi pergantian kontrak kerja yang diajukan oleh PRT migran, sebanyak 1784 aplikasi telah ditolak oleh imigrasi Hong Kong. Jumlah tersebut lima kali lebih besar dari seluruh aplikasi yang pernah ditolak pada tahun 2020 kemarin.”
Dari pengalaman JBMI, PRT migran yang ditolak ganti majikan biasanya adalah mereka yang diputus atau memutuskan kontrak kerja. Akan tetapi, pemutusan tersebut tidak disertai dengan alasan yang bisa diterima dan bukti yang meyakinkan pihak imigrasi. Kenapa itu, ketika mengajukan kontrak kerja baru, imigrasi menolak aplikasinya sehingga PRT migran tersebut terpaksa harus pulang ke negara asalnya (deportasi).
Apakah PRT migran masih bisa kembali ke Hong Kong untuk bekerja? Dari kasus-kasus yang ditangani JBMI, kesempatan tersebut sangat tipis. Imigrasi tetap bisa menolak meski sudah mendapat majikan baru.
“PRT dan majikan harus memberi alasan dan penjelasan yang detail ketika terjadi pemutusan kontrak dalam rangka mengendalikan job-hopping” kata Tse Shing-ngai, Pejabat Imigrasi Utama (Bagian Pengendalian Visa) dari Departemen Imigrasi.
Bahkan PRT migran yang sudah punya bukti dan memberi penjelasan kepada Imigrasi tentang alasan pemutusan kontraknya juga tetap bisa ditolak.
“Saat ini cadangan PRT migran sedang minim akibat aturan pengendalian visa dan penurunan jumlah aplikasi visa kerja baru sebesar 30% karena pandemi. Imigrasi menganggap kondisi ini sengaja dimanfaatkan beberapa PRT migran untuk memutus kontrak dan mencari majikan baru demi mendapat gaji yang lebih besar dan kondisi kerja yang lebih baik”
JBMI menilai tuduhan Imigrasi tersebut sangat tidak adil, diskriminatif dan juga merendahkan. Dari pengalaman JBMI memberi pelayanan, PRT migran tidak suka berpindah majikan. Mereka yang terpaksa pindah majikan umumnya disebabkan oleh kondisi kerja dan perlakuan yang buruk misalnya jam kerja yang terlalu panjang (hingga 18-19 jam per hari), tuntutan kerja yang terlalu tinggi, dilarang libur, dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak seperti memijat atau bekerja di tempat lain, diberi tempat tidur yang tidak layak, mengalami kekerasan mental hingga seksual, dan masih banyak lagi.
Berbagai akademisi dan lembaga pelayanan di Hong Kong seperti Mission for Migrant Workers (MFMW) telah melakukan banyak penelitian untuk membuktikan kebenaran tentang fakta ini. Akan tetapi, Pemerintah Hong Kong sengaja menutup mata dan malah menyalahkan PRT migran ketika terjadi pemutusan kontrak. Tidak adilnya lagi, ketika hak PRT migran dirampas, majikan akan selalu diberi kesempatan untuk mengambil PRT baru.
JBMI berpesan kepada seluruh pekerja migran di Hong Kong untuk tidak asal-alasan memutuskan kontrak. Jika ada ketidaknyamanan atau pelanggaran, tolong untuk segera meminta bantuan organisasi agar dibantu melaporkan. Langkah ini penting dilakukan agar terhindar dari tuduhan job hopping dan menggalang bukti yang membantu untuk tetap bisa bekerja di Hong Kong.
19 November 2021
No Comments