PRT migran menyumbang HK$ 98,9 miliar untuk pertumbuhan ekonomi Hong Kong, jadi mengapa mereka dikecualikan?

Berita

Kamis (07/03/2019) Pekerja rumah tangga (PRT) migran menyumbang sebesar HK$ 98,9 miliar pada pertumbuhan ekonomi Hong Kong, sekitar 3,9 persen dari pendapatan Produk Domestik Bruto atau PDB tahun 2018.

Di tempat lain di Asia, PRT migran menyumbang HK$ 64,37 miliar untuk ekonomi Singapura (2,4 persen dari PDB) dan HK$ 7,06 miliar untuk Malaysia (0,3 persen dari PDB).

“Pekerjaan rumah tangga dan merawat orang dalam banyak hal adalah pekerjaan yang tak terlihat, di balik pintu tertutup.
Ini adalah sisi tersembunyi dari ekonomi dan sekarang kita dapat memberikan angka untuk pertama kalinya pada besarnya nilai pekerjaan mereka, ”kata Lucinda Pike, Direktur Eksekutif Badan Amal Enrich yang berbasis di Hong Kong.

Menurut sebuah studi yang dirilis Rabu, 06 Maret 2019 oleh Badan Amal yang mempromosikan pemberdayaan ekonomi PRT migran tersebut juga mengungkap bahwa PRT migran sebagian besar dikecualikan dari ekonomi lokal – hanya 18 persen yang memiliki rekening bank dan 85 persen memiliki tingkat hutang yang tinggi.

Kurangnya pengetahuan keuangan dan kesadaran akan peraturan rekening bank diidentifikasi sebagai hambatan utama untuk mengakses layanan keuangan.

Di Singapura sendiri terdapat 51 persen memiliki rekening bank sementara 34 persen dalam utang. Dan di Malaysia, 86 persen memiliki rekening bank dan 65 persen berutang.

Laporan yang berjudul Nilai Perawatan: Kontribusi Utama Pekerja Rumah Tangga Migran terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Keluarga di Asia, adalah pertama kalinya kontribusi ekonomi PRT migran di Hong Kong telah dihitung.

Penelitian yang ditugaskan oleh perusahaan laporan kredit konsumen Experian disajikan bersama dengan LSM lokal Enrich.
Data tersebut dihitung oleh perusahaan riset pasar Frost & Sullivan menurut nilai yang ditambahkan pekerja rumah tangga berdasarkan biaya pekerjaan mereka – jika dibayar dengan tarif lokal – pengeluaran pribadi mereka dan waktu yang mereka sediakan sehingga perempuan lokal bebas bisa bekerja diluar.

Menurut temuan tersebut, kontribusi terbesar yang ditawarkan pekerja rumah tangga terhadap ekonomi lokal adalah pengasuhan anak – dihargai HK$ 40 per jam dengan rata-rata 3,85 jam per hari. Jika ditotal terdapat HK$ 184,970,52 per tahun setiap orangnya.

Jumlah PRT migran di Hong Kong sebanyak 369.651 orang pada akhir 2017, dengan jumlah yang ditetapkan akan meningkat menjadi 600.000 pada tahun 2047, menurut sumber pemerintah.

Di Asia Pasifik diperkirakan terdapat 21 juta PRT migran mengisi kesenjangan pekerjaan rumah tangga. Para ahli memperkirakan permintaan pekerjaan ini akan terus meningkat seiring pertambahan usia penduduk, angka kelahiran menurun dan kekurangannya layanan perawatan yang terjangkau masih ada di banyak negara.

“Pekerjaan rumah tangga, dalam banyak hal, merupakan pekerjaan yang tak terlihat dan dinilai rendah yang secara tidak proporsional menimpa perempuan, kebanyakan adalah buruh migran,” kata Lucinda Pike.

“Kami sangat senang bahwa penelitian ini menunjukkan bagaimana kehadiran pekerja rumah tangga membuka potensi ekonomi ekstra.”

Peningkatan tenaga kerja perempuan

Keberadaan PRT migran ini juga memungkinkan lebih dari 110.000 ibu di Hong Kong bergabung kembali dengan angkatan kerja.

Menurut penelitian, mempekerjakan PRT migran bisa meningkatkan pendapatan rumah tangga karena memungkinkan perempuan lokal untuk berkarir diluar rumah.

Hanya 49 persen perempuan Hong Kong dengan usia antara 25 hingga 52 tahun yang memiliki anak, akan bekerja jika mereka tidak memiliki PRT. Angka ini meningkat hingga 78 persen ketika mereka mempekerjakan PRT migran.

Terlepas dari kontribusi PRT migran terhadap ekonomi lokal, mereka terus menghadapi diskriminasi.

“Masalahnya adalah PRT migran tidak diakui oleh pemerintah Hong Kong sebagai bagian dari tenaga kerja Hong Kong dan komunitas Hong Kong,” jelas Sringatin, ketua Serikat Pekerja Migran Indonesia (IMWU Hong Kong) kepada Sinar Migran.

“Kami diperlakukan sebagai orang asing, pekerja kelas rendah dan oleh karena itu pemerintah telah mendorong kebijakan dan praktik yang mengecualikan dan mengisolasi pekerja migran dari seluruh populasi Hong Kong.”

“Inilah yang kami maksudkan dengan praktik perbudakan modern. Dan itu diberlakukan oleh pemerintah Hong Kong melalui kebijakan dan peraturan, ” tegasnya.

Sumber: SCMP, HKFP.

(Vo)

Please follow and like us:
No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita
Diputus Kontrak Karena Menjalankan Ibadah, PMI Tuntut Majikan

Seorang pembantu rumah tangga asal Indonesia menggugat mantan majikannya atas diskriminasi yang dialaminya setelah ia dilarang melakukan ibadah dan mengenakan jilbab serta pakaian Muslim dan salat pada hari kerjanya. PMI yang bernama Dwi Lestari juga menuntut ganti rugi lebih dari HK$250.000. Seperti yang dimuat dalam koran online South China Morning …

Aksi
Aksi Tuntutan Kenaikan Gaji dan Perbaikan Akomodasi PMI di Hong Kong

Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong telah menggelar aksi pada hari Minggu, 03 Agustus 2023 menuntut kenaikan gaji dan perbaikan akomodasi. Tuntutan ini muncul sebagai respons terhadap kondisi kerja yang sulit dan biaya hidup yang tinggi di negara tersebut. Aksi diikuti oleh Indonesian Migrant Workers Union ( IMWU) , …

Berita
KJRI Hong Kong Merendahkan Hak PRT Migran

Hong Kong 04 April 2023, JBMI Hong Kong mengecam sikap KJRI yang sangat lemah dalam melakukan diplomasi dengan pemerintah Hong Kong terkait perlindungan PRT migran. Dalam beberapa dialog antara JBMI dan KJRI yang dilakukan, KJRI selalu menyampaikan bahwa harus menghormati aturan pemerintah Hong Kong salah satunya adalah tuduhan Job Hopping …