Aksi Tuntutan Kenaikan Gaji dan Perbaikan Akomodasi PMI di Hong Kong
- By : Admin
- Category : Aksi, Berita, Buruh Migran, Hong Kong, Indonesia, Internasional, Keselamatan dan keamanan Kerja, Ketenagakerjaan, KJRI Hong Kong, Liputan Khusus, Pernyataan Sikap, Politik
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong telah menggelar aksi pada hari Minggu, 03 Agustus 2023 menuntut kenaikan gaji dan perbaikan akomodasi. Tuntutan ini muncul sebagai respons terhadap kondisi kerja yang sulit dan biaya hidup yang tinggi di negara tersebut.
Aksi diikuti oleh Indonesian Migrant Workers Union ( IMWU) , Liga Pekerja Migran Indonesia ( LIPMI) Asosiasi Buruh Migran Indonesia ( ATKI) , Persatuan BMI Tolak Over Charging ( PILAR) dan Gabungan Migran Muslim Indonesia ( GAMMI) di Gedung Central Government Office ( CGO)
Ninit sebagai perwakilan dewan eksekutif IMWU menyampaikan mengapa PRT migran menuntut kenaikan upah sebesar $6016 dan uang makan sebesar $3.065.
Salah satu alasannya karena inflasi di Hong Kong naik sejak 4 tahun pasca pandemi covid -19, namun upah buruh migran tidak ikut naik. Upah buruh migran hanya naik satu kali itupun hanya HKD 100 untuk gaji, dan HKD 23 untuk uang makan. Tentu kenaikan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan biaya hidup yang dikeluarkan oleh buruh migran di Hong Kong.
Ninit juga menyampaikan pekerja rumah tangga migran dianggap sebagai salah satu kelompok yang paling rentan apalagi di masa pandemi. PRT migran terlalu banyak bekerja karena tidak adanya jam istirahat. Pemerintah Hongkong tidak memasukkan aturan jam kerja di departemen tenaga kerja Hong Kong. Pemerintah Hong Kong juga tetap mempertahankan upah budak di Hong Kong dengan tidak ingin menaikkan upah pekerja rumah tangga migran seiring dengan meningkatnya biaya hidup di Hong Kong.
Selain itu, kenaikan upah hanya berlaku untuk kontrak kerja yang ditandatangani pada atau setelah tanggal 1 Oktober. Artinya mayoritas Pekerja Migran yang telah bekerja lebih dari 2 tahun dan kontrak kerjanya ditandatangani sebelum tanggal 1 Oktober tidak dapat menikmati kenaikan tersebut, hal ini karena pekerja migran dikecualikan dari undang-undang upah minimum di Hong Kong.
Seperti yang disampaikan oleh Purwanti wakil ketua dari IMWU, bahwa banyak buruh migran diberi jatah makan tidak layak. Di tengah tuntutan majikan bahwa pekerja migran harus bekerja dengan baik, dan jam kerja panjang, namun tidak didukung dengan asupan makanan dan gizi yang seimbang.
ATKI, PILAR dan GAMMI yang di wakili oleh Leni salah satu pengurus PILAR menyampaikan terkait biaya agensi yang tinggi yang sampai saat ini masih dialami oleh buruh migran di tengah pemerintah Indonesia menggembar-gemborkan Zero Cost. Rosidah Romlah ketua dari ATKI menyampaikan tuntutan hentikan tuduhan Job hopping terhadap Buruh Migran karena hal ini sangat tidak adil. Pemerintah hanya melihat dari satu sisi, dan menutup mata atas kondisi yang dialami oleh buruh migran mengapa buruh migran memutus kontrak. Tidak ada PRT migran yang ingin berpindah majikan jika tidak ada persoalan terkait kondisi kerja yang buruk.
PRT migran berperan penting dalam berbagai sektor di Hong Kong, termasuk pekerjaan rumah tangga, perawatan anak, dan perawatan lansia. Namun, gaji yang diterima oleh PMI seringkali tidak sebanding dengan tingkat inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat di Hong Kong.
Selain itu, masalah akomodasi juga menjadi perhatian serius bagi PMI. Banyak dari mereka tinggal di apartemen kecil atau rumah kost yang kurang layak. Kondisi tempat tinggal yang sempit dan tidak memadai mengakibatkan ketidaknyamanan serta masalah kesehatan mental.
Ada beberapa alasan mengapa JBMI melakukan aksi menuntut kenaikan gaji dan perbaikan akomodasi layak. Mereka bekerja di luar negeri jauh dari keluarga dan tanah air, sehingga menghadapi tantangan yang berbeda seperti kesulitan berkomunikasi, kelelahan, dan beban kerja yang tinggi. Dalam menghadapi tantangan ini, mereka ingin mendapatkan imbalan yang adil atas kontribusi dan pengorbanan mereka.
JBMI mengharapkan kenaikan gaji yang memadai untuk mencukupi kebutuhan hidup PMI di Hong Kong. Selain itu, perbaikan akomodasi juga menjadi fokus utama tuntutan ini, dengan harapan mendapatkan tempat tinggal yang layak dan memadai.
Aksi ini mencerminkan pentingnya perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja migran di Hong Kong. Diharapkan, melalui kesadaran dan dukungan masyarakat serta pihak berwenang, aksi ini dapat diakomodasi dan memberikan dampak positif bagi kehidupan PMI yang lebih baik di Hong Kong.
JBMI
Hong Kong, 07 Agustus 2023
No Comments